Prolog
Suara orang itu
adalah segalanya di dunia.
Aku tidak ragu
bahwa suaranya dapat beresonansi dengan dunia dan membuat dunia secara bertahap
menjadi cemerlang.
Aku suka suaranya,
dan saat aku menyentuh suaranya, aku jatuh cinta dengan musik.
Di depan musik,
semua makhluk hidup bebas dan setara.
Aku menemukan
impianku dalam musik.
Meski manusia tidak
memiliki sayap, musik bisa menjadi sayap manusia. Menjadi sayap kebebasan
dan terbang ke arah impiannya. Musik sangat bisa diandalkan.
Untuk lebih dekat
dengan "suaranya", aku berlatih bass setiap hari.
Aku harap suatu
hari nanti... Aku bisa membuat dunia bergetar untukku seperti yang dia lakukan.
Tetapi.
Pikiranku...
"suaranya" yang sangat aku rindukan... semuanya menghilang.
Sejak hari itu,
suara indah itu menghilang dan duniaku runtuh.
Aku tidak dapat
lagi menemukan apa yang harus digunakan untuk mengisi kekosongan kosong di hatiku.
Rasa sakit
menelanku.
Aku benci hal-hal
yang berkilauan itu karena aku memikirkan diriku yang berkilauan saat itu.
Aku suka hal-hal
yang jorok dan kotor karena aku bisa merasa seperti hidup di dunia yang bebas.
Di dunia yang
kosong, karena tidak ada alasan untuk mencari kematian, hiduplah saja.
Memasang ekspresi
"Aku tidak bisa merasakan apa-apa"... untuk memastikan bahwa hatiku tidak
mati, aku menyakiti diri sendiri dari waktu ke waktu.
Ketika aku bangun
di pagi hari dengan rasa sakit yang tumpul di pergelangan tangan kirku, aku merasa
sedikit lebih nyaman... dan pergi ke sekolah hanya untuk menghabiskan waktu.
Bahkan hari ini, aku
masih sering mendengar suara-suara yang jauh dan tidak penting.
Tapi... itu tidak
lain hanya bergema di telingaku dengan sia-sia, dan tidak ada hubungannya
denganku lagi.
Yah, aku tau.